Minggu, 22 Oktober 2017

Entar Mama Ganggu Lagi


CASINO QIUQIU AGEN LIVE CASINO TERBAIK DAN TERPERCAYA

Tante Lendir - Saat pulang, Sandi menyadari mamanya sedang memasak. Beberapa tahun lalu, ayah Sandi yang terbilang keras meninggal. Meski terbilang keras dan suka memaksa, namun tetap saja menimbulkan luka yang mendalam di hati Sandi dan mamanya.

Mamanya memutuskan untuk menjual rumahnya dengan alasan terlalu banyak kenangan. Beberapa bulan kemudian mama Sandi menikah kembali. Namun Sandi memutuskan untuk mengontrak rumah sendiri daripada ikut ayah tirinya.

Belum juga setahun, mama Sandi sudah cerai. Setelah itu, berkali kali gonta-ganti pacar, namun ternyata tak ada yang tahan lama.

Setiap kali kembali sendiri, mama Sandi selalu ikut di kontrakan Sandi. Sebenarnya Sandi tak keberatan, namun ia merasa mamanya benar-benar kelewatan. Masa dari beberapa pria, kagak ada yang cocok sama sekali.

“Kenapa lagi sih mah?”
“Biasalah.”

Sandi menghela nafas mendengar jawaban mamanya. Entah pria-pria yang mendekati mama yang bermasalah ataukah mamanyalah yang bermasalah. Namun, melihat anaknya menghela nafas, tiba – tiba mama memeluk Sandi.

“Entar Mama Ganggu Lagi”
“Ya sudah, Sandi mandi dulu deh ma.”
“Iya. Mama lagi buatin pepes pedas kesukaan kamu nih.”

Setelah makan, mama langsung membersihkan meja, menyiapkan jus dan mengantarkan ke Sandi yang lagi nonton bola. Sandi tersenyum.

“Mungkin bentar lagi ada pria yang bakalan bawa mama,” pikir Sandi.

Tak terasa telah sebulan mama tinggal di kontrakan Sandi. Tiap pagi, selalu tersedia sarapan. Tiap Sandi pulang, kontrakan pun selalu rapih. Malam pun selalu tersedia masakan buatan mama. pokoknya, kini urusan perut Sandi sudah terjamin.

Saat pulang, sebuah vacuum cleaner baru mengingatkan Sandi akan sesuatu. Vacuum cleaner yang gak begitu berguna di kontrakan Sandi, telah dibeli mamanya. Meski harganya mahal, jika berguna sih Sandi takkan mempermasalahkannya. Namun Sandi ingat, mamanya sedari dulu kadang suka beli barang mahal yang tak berguna.

Di dapur Sandi melihat mamanya entah sedang ngapain.
“Buat apa tuh di depan ma?”
“Tadi pas mama jalan-jalan, mama liat di mall. Kamu kan belum punya, ya mama beli deh.”
“Sandi gak punya karena memang gak butuh mah.
“Lagian, mama punya duit dari mana tuh?”
“Mama liat ada duit di lemari.
“Daripada nganggur, ya mama pake aja.
“Kan itu juga buat kamu juga.”
“Jadi, mama pake duit Sandi?
“Mama tau gak, tuh duit Sandi kumpulin buat yang lain mah.”
“Jaga kelakuanmu Sandi!”
“Lho, ini kan duit Sandi. Lagian mama pake tanpa ngomong dulu. Mestinya mama yang jaga kelakuan!”

Sandi memelototi mama agak lama hingga akhirnya mama pun menunduk.
“Ntar mama ganti deh.”

Meski emosi namun Sandi tiba-tiba memeluk mamanya sesaat lalu pergi, Mandi. Di dapur, mama merasa sangat kesepian. Mama pun mulai memasak. Setelah makan, mama langsung ke kamar. Sandi merasa tak ada lagi yang mesti dilakukan. Pun Sandi ikut ke kamarnya.


Di akhir pekan, Sandi mengajak Leni bagian konsultan di kantornya makan malam. Sambil makan, leni mengelus kaki Sandi dengan kakinya sendiri. Setelah itu, Sandi mengajak leni ke kontrakannya naik taksi. Di dalam, leni santai di ruang tv. Sandi mengetuk lalu masuk kamar mamanya.

Mama sedang berbaring sambil baca buku di ranjang dengan hanya memakai tanktop.
“Ma, malam ini ada temen nginap.”
Menurunkan kacamata, mama menatap Sandi lalu mengangguk. Mengerti.
Sandi pun kembali ke ruang tv menemui leni.

“Abis ngapain lu?”
Tanpa jawaban, Sandi langsung mencium sambil melepas kancing baju leni. Selanjutnya, permainan birahi Sandi dan leni pun mulai makin seru. Saat Sandi sedang asik melahap memek, leni tiba – tiba mengencangkan pahanya hingga kepala Sandi agak terjepit.
“Ow… Lu siapa?” teriak leni.
“Sandi, siapa dia?”

Sandi menoleh. Sandi melihat mamanya berdiri. Ternyata, mama memakai babydoll putih dan celana dalamnya hitam. Sungguh terlihat kontras. Sesaat, Sandi bingung mesti jawab apa. Haruskah ia jawab mamanya sedangkan setahu leni, Sandi tinggal sendiri di kontrakannya.

“Udahlah. Gak usah dijawab.”
Leni pun berpakaian dan langsung pergi.
“Maaf,” kata mama sambil menunduk menatap lantai.

Sandi menatap mamanya sambil geleng-geleng. Hening. Saat mamanya terlihat akan beranjak, tiba-tiba Sandi bersuara.
“Maaf?
“Sandi kan udah bilang ada tamu. Mama gak ngerti atau gimana sih?”
Suara Sandi makin meninggi. Namun mama tak berani menatap anaknya.
“Jawab ma!
“Apa mama pikir ‘Sebaiknya keluar ah dan menyapa’”
Akhirnya mama menatap Sandi. Wajahnya penuh kemarahan dan tangannya tak diam menunjuk-nunjuk.
“Sebenarnya ada apa sih dengan mama?”

Sandi pun bangkit dan berdiri di depan mama. nafas Sandi terasa hangat menyentuh kulit mamanya.
“Kenapa tak ada pria yang tahan lama sama mama?
“Kalau saja papa dulu tak tegas, mungkin papa juga takkan tahan.

Mama mengalihkan pandangannya dari wajah Sandi. Sandi menatap mamanya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kontolnya masih tegang belum tersalurkan. Pentil susu mamanya terlihat mencetak babydollnya. Kakinya pun semulus kaki leni, meski usianya beda jauh.

“Ayo ikut!” kata Sandi sambil menarik tangan mamanya.
Sandi duduk di sofa. Lalu menarik mama hingga tengkurap di pangkuan Sandi. Pantatnya menungging. Tangan Sandi menyingkap rok hingga kini hanya terlihat cd mamanya saja.
“Apa-”

Mama mulai protes tapi kemudian berteriak saat tangan Sandi menampar pantatnya. Meski tak terlalu sakit, namun tetap saja mama terkejut.

“Hentikan!” teriak mama sambil mencoba menutupi pantat dengan tangannya.
Tapi tangan mama langsung dipegangi oleh Sandi. Sandi kembali menampar pantat mama. mama mencoba tegar tak menangis, namun ketegaran mama malah membuat Sandi semakin marah. Lalu Sandi menarik cd mama ke bawah hingga pantatnya benar-benar telanjang. Tiga kali tamparan membuat mama akhirnya menangis dan meronta-ronta.

“Mama memang mesti dihukum!”
Tamparan Sandi kembali mendarat di pantat mama. kini, mamanya hanya terdiam sambil menangis. Tangan Sandi melepas tangan mamanya lalu menyeka dahinya. Mama pun jatuh dari pangkuan Sandi dan kini meringkuk di lantai dengan cd melorot. Melihat keadaan mamanya, kontol Sandi malah makin menegang dan makin sange.

Sandi tak ingin mama menyadari betapa ia sungguh menikmatinya. Sandi pun bangkit ke kamar lalu membanting pintu kamar hingga tertutup.

Di kamar, Sandi membasuh wajahnya. Melepas pakaian hingga telanjang. Lalu berbaring di ranjang.
“Sandi? Sandi?” Mama berbisik di pintu.

Sandi tak menjawab. Setelah itu, Sandi mengira mamanya langsung ke kamarnya sendiri. Ia mencoba mereka ulang adegan tadi dalam benak hingga akhirnya tertidur.

Di alam mimpi, kejadian tadi terulang. Namun, ada mamanya saat tangannya selesai menampar pantat mama, Sandi melebarkan paha mama. Sandi lalu meraba dan mengelus-ngelus memek mama hingga ia memasukkan satu jari ke dalam memek mama. Mama menangis memohon agar Sandi berhenti namun tangannya tetap menikmati memek mama.

Esoknya saat bangun Sandi merasa lelah. Sandi teringat mimpinya. Sandi merasa tak sanggup menatap mamanya. Untungnya saat Sandi keluar kamar, mama masih di kamarnya. Hari itu di kantor Sandi mengira-ngira apa yang kan terjadi ketika ia dan mama ntar bertatatapan lagi di rumah.

Saat pulang, rumah telah bersih dan makanan telah tersedia. Mamanya terlihat tenang seolah-olah tak ada sesuatu semalam. Sandi terus menunggu namun tak ada sesuatu yang terjadi. Saat malam, mama mencium pipi Sandi lalu beranjak ke kamarnya.


Akhirnya hari-hari telah berlalu hingga suatu saat teman-teman mengajak Sandi karaoke. Teringat mama yang kadang ngeluh tak pernah keluar rumah, Sandi pun sekalian ngajak mama agar ikut.

“Gak ah. Ntar mama ganggu lagi.”
“Ya enggak dong ma. Pasti seru deh. Banyak orang lagi.”

Sandi benar-benar ingin mama ikut. Akhirnya mama menyerah setuju. Dua jam kemudian, saat akan pergi mama masih mengurung diri di kamarnya. Sandi mengetuk pintu kamar.

“Ayo ma, udah mau mulai nih.”
“Mama gak jadi ikut.”

Sandi cemberut lalu membuka pintu kamar. Terkejut, mama mencoba menutupi tubuhnya yang hanya terbalut bh dan cd hitam. Sedang beberapa gaun terlihat berserakan di kasur.

“Ayo cepet pilih satu!”
Sandi terkejut menyadari betapa suara dan intonasinya mirip ayahnya. Pun mama menyadari apa yang Sandi sadari. Punggung mama langsung kaku, namun langsung memungut gaun hitam. Sandi menunggu di ruang tamu. Mama datang sambil memakai anting.

“Mama gak yakin nih.” Sambil bercermin.
Sandi melihat tak ada yang salah dengan pakaian mama.
“Mungkin mama mestinya gak ikut.” Rengek mama.
“Ayo pergi!” Sandi bersemangat.
“Mama gak jadi ikut,” kata mama sambil mencoba kembali ke kamarnya.

Sandi tak habis pikir. Ia ajak mama menemaninya dengan tulus. Tapi rupanya itu tak cukup. Apa lagi yang mesti Sandi lakukan. Sandi lelah dengan semua ini. Akhirnya Sandi menangkap tangan mama lalu menariknya hingga mama menempel ke dinding. Tangan Sandi yang bebas menarik rok dan dipegang oleh tangan lain yang menekan tubuh mama hingga terlihatlah pantat mama yang berbalut cd hitam.

“Oh.” Ucap mama.
Tak terasa air mata mama jatuh saat pantatnya ditampar berkali-kali. Setelah selesai, mama merasa make up nya pasti kacau lagi. mama merasa takkan bisa duduk.
“Ayo pergi.” Kata Sandi.

Mama pun menyambar tas kecilnya. Di taksi, mama kembali merias dengan make up. Sandi sama sekali tak berbicara. Ia terus memperhatikan jalan yang terkena hujan. Sandi memikirkan hubungan mama dengan pria-pria semenjak papa meninggal.

Mama memang mengakui mamalah penyebab rumah tangganya tak seharmonis orang lain. Tapi mama tak pernah memberi tahu kenapa setelah dengan papa, mama selalu gagal mencoba membina hubungan lagi. Apa mungkin papa sering menyiksa mama? memukul mama? Setidaknya saat mama tak menurut. Apa mama menyukai hukuman atau siksaan papa?

Mama tersenyum manis saat Sandi menatapnya. Mama mencoba terlihat senang meski sulit. Saat taksi berhenti dan mereka keluar, mama menatap ke jok dan mendapati jok agak basah.
Acaranya sendiri di lantai atas sebuah restoran. Meski minim cahaya, namun lantai dansa terlihat meriah. Mama memegang tangan Sandi yang menuntunnya ke meja yang kosong. Saat Sandi menawari minuman, mama mengangguk dan tersenyum.

Sambil menunggu, Sandi merenungkan tamparan yang telah ia berikan pada mama. pandangan pantat mama yang hanya berbalut cd membuat celananya makin sesak. Sebuah senyuman muncul di wajah Sandi.


Tiba-tiba, seorang wanita muda mengajak Sandi dansa. Tanpa pikir panjang Sandi pun setuju. Saat mereka di atas lantai dansa, pikiran Sandi melayang. Betapa nikmatnya perasaan saat menampar pantat mama. Meski Sandi tahu itu tak pantas dan tak boleh. Apa yang terjadi seandainya Sandi tak hanya menampar pantat saja. Apakah mama akan berteriak?

Sandi menguatkan pelukannya hingga menyadari wanita itu terkejut merasakan betapa celana Sandi serasa menekan lebih jauh. Wajah wanita itu terlihat terkejut sekaligus takut. Lalu wanita itu pun melepaskan pelukannya dan pergi. Sandi hanya bisa melihatnya.

“Mama lihat kamu dansa sama seseorang,” kata mama saat Sandi datang sambil bawa minuman.
Sesaat, Sandi merasa kecemburuan, namun wajah mama datar saja.
“Mana gadis itu?”
Sandi tertawa.
“Hehe… ternyata masih ada perawan disini. Ia tadi takut sama Sandi.”

Mama terlihat bingung tapi tak bertanya lebih lanjut.
“Mau dansa?” tanya Sandi setelah mereka minum.
“Oke.” Kata mama cepat.

Sandi menatap mama sesaat. Apakah mama setuju karena ingin menari atau karena takut ditampar lagi pantatnya jika menolak? Sandi sadar takkan mendapat jawabnya.Sandi memegang lengan mama mengikuti pasangan yang lain. Untuk pertama kali Sandi menatap mama cukup lama. Wajah mama masih bersih. Pipinya bulat dan ada sedikit keriput di sudut mata. Rambut mama disisir ke belakang hingga atas bahu. Sandi menunduk saat mama mengalihkan pandangan. Sandi menghela nafas melihat susu mama.

Mama makin erat memeluk Sandi. Susunya makin menekan dada Sandi. Sandi merasa kontolnya makin menegang. Tangan Sandi makin menekan hingga mereka makin erat. Aroma rambut mama memenuhi hidung Sandi. Sandi dan mama menari. Mama lalu menyadari betapa anaknya ternyata sangat tertarik padanya. Tangan mama menekan pantat Sandi hingga diantara keduanya terganjal sesuatu yaitu kontol Sandi.

Alunan musik makin membuat Sandi menyadari betapa kontolnya kini berdenyut-denyut. Sandi yakin mama pun pasti menyadarinya. Sambil senyum, Sandi melepas pelukannya dan bergerak agak mundur.

Mama tenganga melihat tingkah anaknya lalu menjauhi lantai dansa. Sandi melihat mama menjauhi, jangan-jangan kedekatannya telah menyinggung mama. Sandi ucapkan untuk pamit pada teman-teman lalu menyusul mama. Di dalam taksi Sandi dan mama memilih diam. Sandi tak berani menatap mama takut mama marah. Sampai di rumah, mama langsung ke kamar sedangkan Sandi nonton tv sebentar, lalu ke kamar.

Sandi kembali memimpikan mama. Kali ini, Sandi dan mama pun sedang berdansa. Namun, alih-alih memakai gaun, mama malah dansa dengan memakai baby doll. Tangan Sandi menekan pantat mama agar makin menempel. Tiba-tiba, Sandi telah telanjang dan dengan ditekannya pantat mama, maka amblaslah kontol Sandi di memek mama.

Mama mendengar Sandi bersuara seperti menangis. Entahlah. Mama memutuskan mengintip. Mama buka pintu kamar Sandi pelan -pelan. Perlahan, mama sibakkan selimut Sandi hingga terlihatlah kontol Sandi yang tegang tersembul keluar dari boxernya. Ujung kontolnya terlihat cairan bening.

“Oh… mama.” Sandi berucap dalam tidur. Pinggulnya bergerak tak bisa diam.
Tiba-tiba mama merasakan kegembiraan melihat tingkah laku anaknya. Mama senang tahu bahwa dirinyalah objek dalam impian Sandi. Seutas senyum tersungging di bibir mama. Pelan, mama keluar lalu menutup pintu kembali ke kamarnya.

Sarapan ada di kamarnya saat mata Sandi membuka, namun mama tak kelihatan batang hidungnya. Di baki ada catatan berisi “ mama belanja dulu, biar kalau kamu pulang kerja masakan udah siap.” Sandi bersyukur membaca catatan itu. Ternyata mama tidak marah.

Sore pun tiba. Sandi pulang kerja. Begitu tiba di rumah, wangi masakan memenuhi hidung Sandi. Ternyata mama sedang menata meja. Mama memakai gaun kuning dengan rok selutut. Begitu menyadari kehadiran Sandi, mama mencium pipi Sandi dengan lembut. Lipstik di bibir mama meninggalkan noda kecil di pipi Sandi.

Setelah mama menyekanya, mama tersenyum dan menyuruh Sandi duduk. Melihat Sandi telah duduk, mama menyerahkan bir yang langsung diterima Sandi.

Baru saja Sandi mau minum bir, tiba – tiba ia melihat catatan di sebelah piring. Setelah dilihat, diraba dan diterawang ternyata catatan itu adalah Struk. Struk sebotol parfum seharga satu juga tiga ratus ribu rupiah.

Seluruh nafsu makan Sandi pun lenyap entah ke mana.
“Apa-apaan ini?” teriak Sandi.
Mama menoleh terkejut. “Apa sayang?”
“Ini!” kata Sandi sambil menunjukan Struk.
“Apa sih maksud mama?”

Meski gelisah, mama menatap Sandi. Sambil terus menatap, mama mendekati ujung meja lalu membungkuk ke meja hingga pantat mama membusung. Sandi terkejut melihat aksi mama. ternyata mama ingin di tampar pantatnya. Mama tahu beli parfum mahal bakal bikin Sandi marah, apalagi menunjukan struknya. Jangan-jangan parfum belum dibuka sama sekali. Bahkan belum dikeluarkan dari kantong belanja. Kenyataan ini membuat emosi Sandi menghilang. Sandi pun menghirup udara agak panjang.

Mama melihat Sandi duduk ternganga sambil menatap. Sepertinya Sandi sedang berpikir. Mama pun memutuskan untuk diam menunggu. Mama merasa memeknya mulai berkedut -kedut. Sandi berdiri. Mama melihat benjolan di celana Sandi. Sandi terlihat mulai terangsang. Mama kembali menatap mata Sandi hingga Sandi beranjak ke belakang mama. saat mama kembali menatap ke depan mama merasa Sandi mulai menaikkan roknya.

Sandi ternganga melihat memek mamanya ditumbuhi bulu bulu halus. Kontol Sandi makin mengeras hingga celana pun mulai terasa sesak.

Sandi menyentuh pantat mama. Jari-jarinya mengusap dengan lembut. Saat jari Sandi mulai menyentuh sisi memek mama, jari Sandi ternyata basah. Sandi merasa mendengar desahan mama. Sandi tarik tangannya lalu menampar pantat mama dengan keras.

Mata mama membasah. Namun tubuh mama tetap diam tak bergerak. Mama menggigit bibir saat pantatnya ditampar lagi dan lagi. Bergantian Sandi menampar pantat kiri dan kanan mama. Namun, tangan Sandi pun mulai merasa sakit.

Sandi menghentikan aksinya. Membuka laci lalu mengeluarkan susuk kayu untuk memasak. Kini, susuk kayu itu yang menggantikan tangan Sandi menampar pantat mama. Erangan mama kini memenuhi dapur saat mama sedang dihukum oleh anaknya. Setelah beberapa saat mama mulai berteriak sambil menangis. “Maafkan mama. Maafkan mama.”

Saat mama akhirnya menutupi pantat dengan tangan, Sandi pun menghentikan aksinya. Sandi mencoba mengatur nafas. Saat menatap pantat mama, Sandi tiba-tiba merasa kasihan. Pantatnya terlihat sangat merah. Jangan-jangan mama tidak akan bisa duduk. Sandi membelai pantat merah mama. Elusan jari-jari Sandi pada memek membuat mama melenguh. Lalu Sandi eluskan jarinya yang agak basah pada pantat merah mama.

“Oh…” tangis mama sambil menahan getar tubuh.
Mama menutup mata. Saat mendengar suara sleting diturunkan, mama bersukur senang. Mama lalu melebarkan paha dan mengangkat pantatnya.

Sandi melorotkan celana hingga selutut. Sandi menyentuh memek mama hingga tangannya basah. Lalu menyentuh kontolnya.

“Mama mesti diginiin. Sandi tahu mah.” Kata Sandi sambil menyentuhkan kontol ke memek mama.
Sandi lalu mendorong pantatnya.
“Ahh…” erang mama saat kontol Sandi memenuhi memek.

Perihnya pantat mengingatkan mama betapa dulu suaminya sering melakukan ini padanya. Setelah memukul mama, suaminya selalu ngentot baik dengan lembut ataupun dengan keras. Sentakan kontol membuat mama menutup mata dan berbaring pada meja. Pikiran mama melayang menikmati sensasi seorang pria. Nafas mama makin terengah disertai nafas Sandi. Meja pun bersuara akibat didorong oleh dua insane yang sedang memadu nafsu terlarang.

Sandi menatap kontolnya yang sedang menggenjot memek mama. Cairan putih terlihat samar di kontolnya.

“Mama selalu bikin masalah. Mama memang pantas dihukum.”

Mendengar suara anaknya membuat mama orgasme. Tangan mama meraih sisi meja dan memegangnya erat-erat sambil mengerang penuh kenikmatan. Sandi merasa memek mama berdenyut-denyut seperti memeras kontolnya. Tak pelak, perlakuan ini membuat Sandi merasa orgasmenya kian dekat. Suara daging beradu memenuhi ruangan.

Akhirnya Sandi merasa orgasmenya sudah didepan kontol. Dengan erangan keras, Sandi tusukan kontolnya dalam-dalam sambil menyemburkan lahar panas ke memek mama. gelombang kenikmatan melanda mama hingga memeknya memeras kontol anaknya.

Setelah selesai, Sandi melihat pantat merah mama. Saat dicabut, kontol Sandi terdapat cairan – cairan putih menetes. Tangan Sandi meremas pantat mama, kanan dan kiri. Lalu melebarkan pantat hingga anus mama terlihat. Setelah mengelus anus mama, Sandi mencoba menusukan jempol ke anus mama.

Mama hanya bisa berbaring pasrah di atas meja saat anusnya dimainkan jempol anaknya. Tak pernah ada kontol yang pernah memasuki anus mama. Lalu Sandi mundur menjauh dari mama lalu kembali memakai celana. Mama bangun hingga roknya kembali menutupi memek dan pantat mama.
“Bersihin dulu tuh badan terus makan.”

Setelah Sandi pergi, mama pun mandi. Saat Sandi kembali, mama menyiapkan makanan lalu memberikannya ke Sandi. Setelah itu mama menyiapkan makanan untuknya sendiri. Dalam diam Sandi makan. Sambil mengunyah, Sandi memikirkan apakah mamanya akan membicarakan apa yang baru saja terjadi, namun ternyata tak terjadi. Percakapan yang ada hanyalah bahwa mama berjanji akan mengembalikan parfum yang sudah dibeli.


Setelah makan, Sandi pun mandi. Aroma keringat dan sperma membuat Sandi tak nyaman. Saat air mengguyur tubuhnya Sandi mengira-ngira apa yang akan terjadi perihal hubungannya dengan mama. Memang telah lama Sandi sering menghayal ngentot mama.

Tapi, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah Sandi ingin ini terus berlanjut?
Apakah mama ingin ini terus berlanjut?

Sandi duduk di sofa lalu menonton tv. Menunggu apakah mama akan menyinggung hal yang telah terjadi di dapur. Mama muncul memakai daster. Saat iklan, mama ngajak ngobrol basa-basi. Tapi saat acara tv berlangsung, mereka diam. Setelah beberapa saat, mama mencium dahi Sandi lalu pergi ke kamar. Sandi menggelengkan kepalanya, bingung tapi juga lega. Sandi pun beranjak lalu ke kamar. Tidur.

Hari-hari pun berlalu. Sandi sedikit berharap mama akan menyinggung kejadian di dapur. Tapi ternyata tidak. Di akhir pekan, mama keluar jalan-jalan. Entah ke mana. Kali ini mama tak membuat masalah yang biasanya selalu membuat mantan pacar / suaminya marah. Seolah-olah kini mama sudah agak berbeda.

Sebulan kemudian mama menceritakan pria baru. Seorang pengusaha waralaba yang mengajak mama tinggal serumah.

“Sekarang mama gakkan merepotkan kamu lagi.”

Sandi sering mengingat kembali kejadian di dapur sambil membayangkan reaksi mama setelahnya. Namun mama tak pernah mengungkit itu. Seolah-olah tak pernah terjadi. Sepertinya mama telah menyingkirkan memori tentang dapur, pikir Sandi.

Kini, setiap kali Sandi ingat aksinya di dapur, Sandi hanya bisa menghela nafas dan tersenyum. Takkan pernah terjadi lagi. Pikir Sandi.

Tiga bulan kemudian mama mengabari bahwa mama akan menikah, lagi. Sandi pun menginap di hotel dekat tempat resepsi. Siangnya, saat sedang santai di kamar, Sandi mendengar ketukan pintu. Saat membuka pintu, Sandi melihat mamanya berdiri memakai rok krim, blazer, blus putih dan sabuk coklat. Rambutnya sebahu.

“Hai sayang,” kata mama.
Suara mama membuat kontol Sandi bereaksi. Cara mama berucap, nadanya persis sama saat kejadian di dapur, dulu.
“Boleh mama masuk?”

Setelah menyilakan mama masuk, Sandi mengambil bir di minibar lalu bergabung dengan mama. Sandi melihat mama sedang melepas sepatunya lalu naik ke kasur. Karena berdiri di belakang mama, Sandi pun menatap sambil mengagumi pantat mama.

“Mama rasa, mama akan mengacau lagi,” kata mama lalu berbalik menatap Sandi.
“Mama ingin,” suara mama bergetar. “Mama ingin,” Sandi melihat kekuathiran dan rasa takut di mata mama. “Sekali lagi.”

Jantung Sandi berdetak makin kencang memompa sel darah merah hingga memenuhi kontol Sandi. Sandi letakkan bir lalu beranjak ke kasur. Tangan Sandi meluncur di pantat mama, lalu mengelusnya.
“Tarik ke atas,” suara Sandi mencoba menyembunyikan rasa senangnya.

Mama menurut lalu menarik ujung rok hingga ke pinggangnya. Sandi melihat penuh kekaguman saat celana dalam mama terlihat. Sandi bisa melihat di cd mama betapa mama sudah sangat terangsang. Aroma memek mama begitu kuat membuat nafsu liar Sandi makin menggebu.

Mama berteriak saat tangan Sandi mendarat keras di pantatnya. Menggigit bantal, mama mencoba menahan tangis saat tamparan lain mendarat terus-menerus. Sandi pun merasakan tangannya sudah terasa sakit. Setelah itu Sandi menghentikan tamparannya. Kini, jarinya menekan cd mama yang sudah basah. Dorongan jari Sandi menyebabkan pantat mama mendorong. Sandi melihat tubuh mama bergetar penuh kenikmatan. Kini, jari Sandi yang agak basah Sandi usapkan pada pantat merah mama.

Sandi agak mundur, lalu menarik rambut mama hingga membuat mama berbalik dan kini berlutut di hadapan Sandi. Celana Sandi terasa sesak. Air mata di wajah mama Sandi usapkan ke bongkahan celananya. Mama merasakan bongkahan celana anaknya menekah pipi. Sandi lalu menyentuh dagu mama dan menariknya hingga bisa saling menatap. Dengan tangan satunya, Sandi membuka sleting dan mengeluarkan kontol. Mata mama menatap mata Sandi, lalu Sandi mengangkat kontolnya hingga ada di depan wajah mama.

Daging hangat itu menekan bibir mama. Sesaat, hanya sesaat mama menatap mata Sandi, lalu mengeluarkan lidah dan mulai menghisap kontol anaknya. Mama menutup mata dan mulai memasukan kontol ke mulut. Lidah mama menyapu helm kontol membuatnya basah oleh liur.

Dengan pelan mama menyepong kontol anaknya. Erangan kecil keluar dari mulut mama.
Sandi melihat mama mencium lembut kontolnya. Pelayanan mama membuat Sandi senang. Pinggul Sandi mulai bergoyang maju mundur. Kini, hampir seluruh kontol Sandi ada di mulut mama. Menyadari yang nyepong kontolnya adalah mama makin membuat kontol Sandi menengang dan membesar.

“Oh… ma… Hisap kontol Sandi ma.”
Memek mama berdenyut mendengar ucapan anaknya. Tangan Sandi menyentuh wajah mama. Mama merasakan kontol Sandi mulai mengeluarkan cairan.

Sandi mencabut kontolnya membuat mama merintih seolah tak rela. Sandi mencoba melepas pakaian mama sebisanya. Sandi ternganga saat susu mama kini terlihat. Sandi pun menunduk lalu menyusu pada mama.

“Oh… nak…”
Mama mengerang saat susunya dihisap dan diremas oleh anaknya. Lalu Sandi bangkit dan melepas pakaiannya.
“Sandi entot susu mama dulu.”

Sandi menempatkan kontol diantara susu mama. Mama lalu menekan kedua susunya. Sandi pun mulai menggoyangkan pinggulnya. Saat kontol Sandi diatas, lidah mama mencoba menjilatnya.

“Ayo nak, entot susu mama. Semburkan spermamu nak.” Suara mama terdengar seksi.
Sandi menapat mama sambil terus ngentot susunya. Akhirnya orgasme melanda Sandi membuat mama terkejut saat sperma Sandi mendarat di leher, dagu dan wajah mama. Sandi melolong merasakan kenikmatan.

Sandi pun menarik kontol sambil menghela nafas lalu berbaring di sisi mama. kini, pantat mama menekan kontol Sandi. Tangan Sandi mengelus memek mama. Jari Sandi mulai memasuki memek mama dan memainkannya.

“Oh nak… “ erang mama kenikmatan saat jari tangan Sandi ngentot memek mama.
Sambil memengang tangan Sandi, mama menggoyangkan pinggulnya. Sambil menjepit tangan Sandi dengan paha, mama menggetar nikmat.

Kini, Sandi mendorong mama ke samping lalu berlutut di belakang mama. Sandi terus membelai memek mama lalu mengusapnya ke atas ke pantat merah mama. Usapan ini membuat mama merasakan pedih dan nikmat sekaligus. Anus mama terasa sakit sedangkan memek mama berdenyut nikmat. Sensasi ini membuat mama merasa akan orgasme.

Sandi menghentikan aksinya. Cairan mama membasahi tangan Sandi. Menoleh mama menatap Sandi. Wajahnya masih penuh nafsu menuntut penyelesaian.

“Teruskan nak,” ratap mama.
Sandi menatap mama, bingung. Mama pun nungging. Tangan mama lalu melebarkan pantat. Jempol mama mengusap anusnya sendiri. Melihat aksi mama membuat kontol Sandi kembali menegang. Lalu Sandi menatap mama. Setelah menatap Sandi, mama lalu menutup matanya. Sambil memegang kontol, Sandi kembali menekan kontol ke memek mama.

Mama merintih saat Sandi kembali menjamahnya. Rambut mama dijamak Sandi hingga menoleh dan mulut mama dimasuki dua jari Sandi yang langsung disepong mama. Setelah Sandi merasa dua jarinya basah, Sandi pun mencabutnya. Kedua jari basah Sandi kini mengelus anus mama. Saat Sandi mencoba memasukan jari ke anus, mama melolong memenuhi ruangan. Aksi Sandi membuat mama kesakitan sekaligus nikmat.

“Siap ma.” bisik Sandi lalu menarik kontol dari memek mama.
Sedang kedua jari Sandi kini mulai masuk ke dalam anus mama. Setelah beberapa saat, Sandi mencabut jarinya lalu mencoba menekan kontol ke anus mama.
“Oww!” teriak mama lalu mulai terengah-engah. Mama mencoba santai agar rasa sakit yang timbul dari kontol anaknya bisa sedikit berkurang.
“Terlalu kering nak.” Bisik mama saat Sandi terus mencoba memerawani anusnya.

Sandi lalu mencabut kontol dan meludahi dan menggeseknya ke anus mama hingga dirasa cukup. Setelah itu Sandi mencoba lagi menusuk kontol ke anus mama.

Mama mencoba menguatkan diri saat kontol anaknya mulai merambah anusnya. Sakit dan nikmat bercampur saat mama menyadari betapa terlarangnya persetubuhan ini hingga membuat mama bertahan. Memek mama kembali basah saat jari mama memainkan klitorisnya sendiri.

“Terlalu besar nak.” Mama menangis sambil menggoyang pinggul. Kontol anaknya terasa makin membesar dan keras.
“Entot mamamu nak. Entot pantat mama!”

Peluh membanjiri tubuh Sandi meski ruangan berAC. Sandi berkonsentrasi mencoba menusukkan kontolnya agar sukses menjamah anus mama. Namun, sempitnya anus mama membuat kontol Sandi semakin tak tahan hingga Sandi merasa orgasmenya mendekat.

“Keluarkan di pantat mama nak!” jerit mama saat merasakan tusukan Sandi makin cepat.
Akhirnya mama merasakan semburan lahar panas di anusnya. Sperma pun meleleh mengalir keluar dari sela anus mama. Mulut Sandi terbuka menikmati sensasi orgasme di dalam anus mama.

Akhirnya kontol Sandi keluar dari anus mama. Cairan putih pun tumpah saat mama berguling. Sandi menatap mama. Wajah penuh birahi kini digantikan dengan wajah penuh kepuasan dan kedamaian.

“Terimakasih nak.” Senyum mama.
Esoknya calon suami mama menjabat tangan Sandi.
“Mamamu sangat spesial. Aku akan menjaganya.”
Sandi tersenyum lalu memeluk ayah tirinya. Setelah itu Sandi menatap mama dan tersenyum lebar. Sandi lalu memeluk mama sambil berbisik.

“Tiap kali mama lepas kendali. Mama akan Sandi hukum agar tak merepotkan suami mama.”
Mama tersenyum mendengar bisikan anaknya. Mama lalu mencium pipi Sandi. Kini mama menyadari apa yang telah lama hilang. Dan yakin bahwa pernikahan kali ini akan langgeng dengan adanya Sandi, anaknya yang bisa menghukumnya.



EmoticonEmoticon